Sabtu, 12 Oktober 2013

My Profile

Haayy .... ^^

         Duuhh ,,, karena keasyikan nulis mengenai apa yang saya dapat dikampus jadi sampai lupa memperkenalkan diri saya .. hahahaha ^.^
         Sebenarnya BLOG ini sudah saya buat tahun 2012 tapi karena masih malas untuk menulis BLOG akhirnya saya cuma biarkan saja sampai ada sarang laba - laba .. hahaha ^.^
         Dannnn .. jeng - jeng baru sekarang nich ada waktu buat nulis dan menghias BLOG ini.. Hahaha :D,, dan sekarang saatnya saya memperkenalkan diri :)


Nama Panjang     : Ni Putu Ripna Oktaviani
Nama Panggilan   : Via
TTL                     : Palu, 22 Oktober 1993
Kota Asal            : Tabanan Bali
Agama                 : Hindu
Hobby                 : Karate dan Menari
Aktivitas              : Sibuk sebagai seorang Mahasiswi ^^
Cita - Cita           : Menjadi seorang DOKTER
About Me           :
* I Like
- Ice Cream
- Blue Color
- Hunting Photo
- Listen Music
- DOLPHIN ^.^
ini nich binatang kesukaanku :* , binatang ini lucu banget , setia dan berjiwa penolong... SUKA pokoknya :)

*I Don't Like
- Kebohongn
- Takut Tikungan Jalan (trauma)
- Pobia sama GUNTUR
- dan tidak suka KEGELAPAN

Riwayat Pendidikan :
- TK Kosgoro Mamboro,Palu-Utara, Sulawesi Tengah. *Alumni 1999
- SD Impres 08 Mamboro, Palu-Utara, Sulawesi Tengah. *Alumni 2005
- SMP Negeri 18 Palu, Sulawesi Tengah. *Alumni 2008
- SMA Negeri 02 Palu, Sulawesi Tengah. *Alumni 2011
- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah *Angkatan 2011

Sekian yach data Pribadi saya .. ^.^

RHINITIS VASOMOTOR

RHINITIS VASOMOTOR

                  Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3

ETIOLOGI :
            Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,15
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2.     faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.
3.    faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.
4.  faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

EPIDEMIOLOGI :
        Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak 30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10 Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 – 21%.5
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai pada dekade ke 3.5
 Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.5
 Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % ) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07 % ). 14

PATOFIOLOGI :
          Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,13,16,17  
Peningkatan peptide vasoaktif dari sel - sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.17
 Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).17

 MANISFESTASI KLINIS :
Gejala klinis Rhinitis Vasomotor sulit sekali dibedakan dengan Rhinitis Alergikan namun adapun gejala klinis yang sering dijumpai dari Rhinitis Vasomotor adalah : 2,18
1.     Hidung tersumbat : diakibatkan adanya paparan terhadap suatu iritan seperti obat – obat vasokontriktor topical yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah pada hidung yang mengakibatkan vasodilatasi dan edema pembuluh darah  mukosa hidung yang menyebabkan hidung tersumbat.
2. Rinore : disebabkan karena paparan terhadap suatu iritan seperti obat – obat vasokontriktor topical yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol kelenjar pada mukosa hidung yang mengakibatkan Rinore.

DIAGNOSIS :
Gambaran pemeriksaan Rhinitis Vasomotor adalah : 7, 11
1. Riwayat penyakit
 - Tidak berhubungan dengan musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak  ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( - ) 
2. Pemeriksaan THT
- Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai 
3. Radiologi 
X – Ray / CT  
- Tidak  dijumpai  bukti  kuat  keterlibatan sinus
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa 
4. Bakteriologi
- Rinitis bakterial ( - ) 
5. Test alergi 
a. Ig E total  : didapatkan hasil Normal
b. Prick Test : didapatkan hasil Negatif atau positif lemah
c. RAST : diapatkan hasil  Negatif atau positif lemah

PENATALAKSANAAN :
      Pengobatan rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung dengan penyebab dan gejala yang menonjol.

          2.2.1 NON-FARMAKOTERAPI

a.     Menghindari penyebab terjadinya stress
Dimana seseorang yang mengalami gejala rhinitis mudah mengalami terjadinya stress karena gangguan system saraf parasimpatisnya. Oleh sebab itu maka seseorang yang mengalami rasa ini harus bisa menghindari terjadinya stress.1,3

b.     Melakukan yoga
Dimana dengan melakukan yoga seseorang dapat berfikir positif dan membuat pikiran menjadi ringan.4


c.      Melakukan olahraga diruang terbuka
Karena berolahraga diruang terbuka dapat menyebabkan fikiran menjadi tenang dengan melatih tubuh kita untuk menjadi lebih bugar dan dengan berolahraga ditempat terbuka kita bisa melihat pemandangan yang indah dibandingkan berolahraga diruangan.5

          2.2.2 FARMAKOTERAPI
a)     Dekongestan (pseudoefedrin)
Mekanisme kerja         : menstimulasi secara lansung reseptor Alpa 1 adregenik yang terdapat pada pembulu darah mukosa saluran pernafasan bagian atas yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi.6,11

Efek samping              : hypertension, insomnia, takikardi.6

Dosis penggunaan       :
a. < 2 tahun diberikan dosis 4mg /6 jam.
b. 2 – 5 tahun diberikan dosis 15mg/6 jam dengan pemberian maksimal 60mg/24jam.
c. 6 – 12 tahun diberikan dosis 30mg/6jam dengan pemberian maksimal 120mg/24 jam
d. >12 tahun diberikan dosis 30 – 50 mg/4 – 6 jam dimana pemberian maksimal 240 mg/24 jam.6

Interaksi obat              :  menurunkan efek keluhan hidung tersumbat.7



b)    Antihistamin
Mekanisme kerja         :  mengantagonis H1 secara kompotitif dan reversible, tetapi tidak memblok pelepasan histaminin.8,10,11
Farmakokinetik           :  Absorsinya baik, dimana kadar puncak plasmanya 2 – 3 jam. Dimana efek kerja obat 4 – 6 jam.
Indikasi                       : Rhinitis alergika, syok anafilatik, asma, dermatitis alergika.8,11
Interaksi obat              : mengurangi gejala beringus.8

c)     Kortikosteroid
Mekanisme kerja         : kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sistesis protein. Mulekul hormone masuk kedalam sel melewati membrane plasma secara difusi pasif.9
Interaksi obat              : mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin – bersin dengan menekan respon imflamasi local yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.10

PROGNOSIS :
          Penyakit ini prognosisnya bervariasi, dimana kadang – kadang dapat membaik dengan tiba – tiba, tetapi bisa juga resistensi terhadap pengobatan yang diberikan.12

DAFTAR PUSTAKA
1.   Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-5.Jakarta : Balai Penerbit FK UI,2007
2.   Rhinitis vasomotor : http://www.icondata.com/health/pedbase/files/RHINITI1.HTM
3.   Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelph.
4.   Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis following trauma to the nose.
5.   Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott Brown’s Otolaryngology.
6.   Suharti.2012. Obat – obat Dekongestan. Available from : http://www.scribd.com/doc/48310627/Dekongestan [Accessed 04 oktober  2012]
7.   Yunita Adriana. 2012. Rhinitis Vasomotor. Available from : http://www.library.usu.ac./fk/Ftht-andrina.pdf/ [Accessed 04 oktober  2012]
8.   Fk.unja. 2012 . Histamin dan Antihistamin. Available from : http://www.fk.unja.ac./histamin-dan-antihistamin [Accessed 04 oktober  2012]
9.   Husni maftuha. 2012. Oral Kortikosteroid. Available from : http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid [Accessed 04 oktober  2012]
10.  Katzung, B.G. 2012. “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Salemba Medika.Jakarta.
11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi.  Ed 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2004
12. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 4th ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc.
13. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 – 8.
14. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT          RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres         Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.
15. Ramalingam KK,Sreeramamoorthy. A short practice of otolaryngology.India : All India Publishers & Distributors, 1992, p.196 – 7.
16. Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka         Pada Penderita Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional         Perhati XI, Yogyakarta, 4-7 Oktober, 1995. 
17. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis : http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.htm 
18.  Vasomotor ( non allergic rhinitis ) :   http://www.regionalallergy.com/education/understanding/sinusitis/rhinitis/  rhinitis.html


Sabtu, 05 Oktober 2013

PNEUMONIA

           Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang banyak disebabkan oleh bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh agen infeksius lain seperti jamur, parasit dan virus, yang menjadi salah satu masalah penting yang mempengaruhi kelompok umur didunia .(1)
Pneumonia sendiri dibagi menjadi beberapa penyakit berdasarkan tempat didapatkannya :

a.     Pneumonia Nosokomial :
Pneumonia Nosokomial adalah pneumonia yang didapat selama perawatan rumah sakit.(2) Infeksi di unit perawatan intensif (ICU) merupakan penyebab utama terjadinya pneumonia nasokomial . Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi sakit kritis pneumonia berkembang, di antaranya yang paling penting mungkin intubasi trakea untuk memungkinkan ventilasi mekanik.(3)

b.     Pneumonia Komunitas :
Pneumonia Komunitas atau pneumonia yang didapat (acquired) merupakan infeksi paru-paru serius dan biasanya diobati dengan antibiotik. Bakteri yang menyebabkan pneumonia komunitas diperoleh diluar rumah sakit,  dan dibagi menjadi dua yaitu bakteri 'khas' dan 'atipikal', dengan metode setiap pengobatan antibiotik yang berbeda.
a.     Bakteri atipikal termasuk : Legionella pneumophila (L. pneumophila), Mycoplasma pneumoniae (M. pneumoniae) dan Chlamydia pneumoniae (C. pneumoniae).
b.     Bakteri khas yaitu agen penyebab CAP adalah Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae).
Pneumonia dalam hal ini adalah suatu infeksi paru yang terjadi baik oleh inhalasi maupun yang melalui sirkulasi darah. (1,4)
ETIOLOGI
          Pneumonia bisa disebabkan karena kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering sebabkan Streptococus Pneumonia, melalui infus oleh Staphylococus Aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pneumonia Aeruginosa dan Enterobacterium. (5)


Etiologi Pneumonia berdasarkan tempatnya :
a.     Pneumonia Nosokomial
          Biasanya didapatkan pada ruangan ICU rumah sakit, sebagian besar tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi ada beberapa bakteri yang didapatkan adalah Staphylococus Aureus, Methicilin resisten S. Aureus, Ps. Aeruginosa, Anaerob, Acinobachter Spp.(5)

b.     Pneumonia Komunitas
Biasanya didapatkan diluar rumah sakit sama seperti pneumonia nasokomial itu sebagian besar tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi ada beberapa bakteri yang sering menginfeksi yang dilaporkan yaitu Streptococus Pneumonia pada 9-20% kasus dan Chlamydia Pneumonia pada 17% kasus.(5)

EPIDEMIOLOGI
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut diparekim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Kejadian Pneumonia di ICU lebih  sering dibandingkan dengan Pneumonia diruangan umum, yaitu dijumpai pada hamper 25% dari semua infeksi di ICU dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.(5)


PATOFIOLOGI
Pathogen yang sampai ke trachea terutama berasal dari inspirasi bahan orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber bahan pathogen yang mengalami konsolidasi dipipa endotrakeal. Apabila terjadi infeksi bila pathogen yang masuk saluran pernafasan bagian bawah tersebut mengalami konsolidasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan  mekanik (epitel cilia dan mucus), humoral (antibody dan komplemen) dan selular (leukosit polinuklir, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat – obatan lain dan invasif pada saluran pernafasan. Mekanisme lainnya adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan akibat tindakan intubasi.(5)

MANISFESTASI KLINIS
Pada umumnya pneumonia memiliki gejala yang hampir sama(6)
ü Sesak nafas yang progresif yang disebabkan karena penurunan pertukaran gas.
ü Batuk akibat proses inflamasi
ü Sputum yang berwarna merah karat yaitu akibat Str. Pneumonia , merah muda akibat Stp. Aureus atau kehijauan dengan bau khas akibat Pseudomonas Aeruginosa
ü Demam menggigil akibat proses inflamasi
ü Nyeri dada akibat iritasi pleura
ü Bunyi Crackle merupakan indikasi adanya infeksi jalan nafas bawah.
ü Bunyi Mengi (wheezing) yang terdengar karena penyempitan saluran nafas.
ü Keletihan akibat inflamasi dan hipoksia, akibat infeksinya serius
ü Nyeri pleura akibat edema pleura
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
·        Batuk
·        Sesak nafas
·        Demam
·        Nyeri dada
·        Sputum berwarna merah karat
·        Cepat lelah
·        Bunyi pernafasan abnormal
b. Pemeriksaan Fisis
·        Inspeksi
1.     Demam
2.     Sesak nafas
3.     Pucat
4.     Batuk

·        Palpasi
1.     Demam mengigil
2.     Kurangnya vocal fremitus

·        Perkusi
Didapatkan bunyi pekak pada dada akibat udem pleura

·        Aukultasi
1.     Didapatkan bunyi nafas crackle
2.     Didapatkan bunyi nafas mengi (wheezing)
c.      Pemeriksaan Penunjang
a.     Pemeriksaan Laboratorium(2)
1.     Pemeriksaan sputum
Dilakukan untuk mengetahui penyebab dari pneumonia diambil dengan cara adekuat dan kultur.
2.     Pemeriksaan darah
Untuk melihat biakan yang positif.

b.     Pemeriksaan Radiologi  
1.     Foto X-ray Dada
Didapatkan peningkatan densitas dengan eksudat dan cairan inflmasi yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap mengisi bronkus yang terlihat tampak seperti lusensi berbentuk garis ( konsolidasi dengan bronkogram udara).(7)

PENATALAKSANAAN
A.   NON – MEDIKAMENTOSA
a.     Pneumonia Nosokomial
Dilakukan program pengawasan dan pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan tehnik isolasi dan praktek pengontrolan infeksi. Pembatasan penggunakan selang nasogastric atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotetif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(5)
b.     Pneumonia Komunitas
Pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus pada orang yang beresiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung.(5)

B.   MEDIKAMENTOSA
a.     Pneumonia Nosokomial
Dilakukan terapi empiric awal dengan antibiotic spektrum terbatas atau spectrum luas antibiotic untuk patogen.(5)
Antibiotic
Dosis
Sefaloseforin
Antipseudomonas
-         Cafepine
-         Caftazidime
Carbapenem :
-         Imlpenam

-         Meropenem
B lactam/ B lactamase inhibitor :
-         Pipreasilin-tazobaktam
Aminoglikosida :
-         Gentamisin
-         Toramisin
-         Amikasin
Kulnolon antipseudomonas
-         Levofloksasin
-         Ciprofloksasin
Vancomisin
Linezolid


1-2 gram tiap 8-12 jam
1         gram tiap 8 jam

0,5 gram tiap 6 jam atau 1 gram tiap 12 jam
1 gram tiap 8 jam

4,5 gram tiap 6 jam

7 mg/kg/hari
7 mg/kg/hari
20 mg/kg/hari

750 mg/hari
400 g/8 jam
15 mg/kg/12jam
600 mg/12 jam

b.     Pneumonia Komunitas
Pemberian antibiotic yang bergantung pada etiologi.(4, 8)
1.     Pada tipe atipikal dapat diberikan eritromisin
a.     Dosis pada orang dewasa 1-2 g/ hari, dibagi dalam 4 dosis. Dan dapat ditingkatkan 2x lipat pada infeksi berat.
b.     Dosis pada anak – anak 30 – 50 mg/kg berat badan sehari dibagi 4 dosis, diberikan sebelum makan.
2.     Pada gram negatif dapat diberikan sefalosporin dan penisilin spectrum luas.
a.     Sefalosporin
- Sefakdroksil :
Ø Dosis pada orang dewasa 0,5 – 1 g/h – 2x
Ø Dosis pada anak – anak 30 mg/kg/h dalam 2 dosis
b.     Penisilin


Dalam bentuk tablet 250 mg dan 625 mg dan bentuk sirup 125 mg/5 mL.

DAFTAR PUSTAKA
1. Corticosteroids for pneumonia. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0014588/ , 16 Maret 2011 [Accsessed Desember 2012]
2.     Prof. dr. H. Tabrani Rab. Ilmu Penyakit Paru. TIM
3.     A review of strategies intended to limit duration of antibiotic therapy for hospitalacquired pneumonia in intensive care unit patients. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0016193/ , 5 oktober 2011 [Accsessed Desember 2012]
4.     Initial antibiotic treatment for coverage of 'atypical' pathogens for communityacquired pneumonia in hospitalized adults. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0012775/ , 12 September 2012 [Accsessed Desember 2012]
5.     Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. FKUI
6.     Corwin J. Buku Saku Patofisiologi. Edisi III. EGC
7.     Pradip R. Patel. Lacture Notes Radiologi. Edisi II. Erlangga
8.     Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. FKUI

Template by:

Free Blog Templates