Sabtu, 12 Oktober 2013

RHINITIS VASOMOTOR

RHINITIS VASOMOTOR

                  Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3

ETIOLOGI :
            Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,15
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2.     faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.
3.    faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.
4.  faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

EPIDEMIOLOGI :
        Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak 30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10 Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 – 21%.5
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai pada dekade ke 3.5
 Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.5
 Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % ) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07 % ). 14

PATOFIOLOGI :
          Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,13,16,17  
Peningkatan peptide vasoaktif dari sel - sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.17
 Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).17

 MANISFESTASI KLINIS :
Gejala klinis Rhinitis Vasomotor sulit sekali dibedakan dengan Rhinitis Alergikan namun adapun gejala klinis yang sering dijumpai dari Rhinitis Vasomotor adalah : 2,18
1.     Hidung tersumbat : diakibatkan adanya paparan terhadap suatu iritan seperti obat – obat vasokontriktor topical yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah pada hidung yang mengakibatkan vasodilatasi dan edema pembuluh darah  mukosa hidung yang menyebabkan hidung tersumbat.
2. Rinore : disebabkan karena paparan terhadap suatu iritan seperti obat – obat vasokontriktor topical yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol kelenjar pada mukosa hidung yang mengakibatkan Rinore.

DIAGNOSIS :
Gambaran pemeriksaan Rhinitis Vasomotor adalah : 7, 11
1. Riwayat penyakit
 - Tidak berhubungan dengan musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak  ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( - ) 
2. Pemeriksaan THT
- Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai 
3. Radiologi 
X – Ray / CT  
- Tidak  dijumpai  bukti  kuat  keterlibatan sinus
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa 
4. Bakteriologi
- Rinitis bakterial ( - ) 
5. Test alergi 
a. Ig E total  : didapatkan hasil Normal
b. Prick Test : didapatkan hasil Negatif atau positif lemah
c. RAST : diapatkan hasil  Negatif atau positif lemah

PENATALAKSANAAN :
      Pengobatan rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung dengan penyebab dan gejala yang menonjol.

          2.2.1 NON-FARMAKOTERAPI

a.     Menghindari penyebab terjadinya stress
Dimana seseorang yang mengalami gejala rhinitis mudah mengalami terjadinya stress karena gangguan system saraf parasimpatisnya. Oleh sebab itu maka seseorang yang mengalami rasa ini harus bisa menghindari terjadinya stress.1,3

b.     Melakukan yoga
Dimana dengan melakukan yoga seseorang dapat berfikir positif dan membuat pikiran menjadi ringan.4


c.      Melakukan olahraga diruang terbuka
Karena berolahraga diruang terbuka dapat menyebabkan fikiran menjadi tenang dengan melatih tubuh kita untuk menjadi lebih bugar dan dengan berolahraga ditempat terbuka kita bisa melihat pemandangan yang indah dibandingkan berolahraga diruangan.5

          2.2.2 FARMAKOTERAPI
a)     Dekongestan (pseudoefedrin)
Mekanisme kerja         : menstimulasi secara lansung reseptor Alpa 1 adregenik yang terdapat pada pembulu darah mukosa saluran pernafasan bagian atas yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi.6,11

Efek samping              : hypertension, insomnia, takikardi.6

Dosis penggunaan       :
a. < 2 tahun diberikan dosis 4mg /6 jam.
b. 2 – 5 tahun diberikan dosis 15mg/6 jam dengan pemberian maksimal 60mg/24jam.
c. 6 – 12 tahun diberikan dosis 30mg/6jam dengan pemberian maksimal 120mg/24 jam
d. >12 tahun diberikan dosis 30 – 50 mg/4 – 6 jam dimana pemberian maksimal 240 mg/24 jam.6

Interaksi obat              :  menurunkan efek keluhan hidung tersumbat.7



b)    Antihistamin
Mekanisme kerja         :  mengantagonis H1 secara kompotitif dan reversible, tetapi tidak memblok pelepasan histaminin.8,10,11
Farmakokinetik           :  Absorsinya baik, dimana kadar puncak plasmanya 2 – 3 jam. Dimana efek kerja obat 4 – 6 jam.
Indikasi                       : Rhinitis alergika, syok anafilatik, asma, dermatitis alergika.8,11
Interaksi obat              : mengurangi gejala beringus.8

c)     Kortikosteroid
Mekanisme kerja         : kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sistesis protein. Mulekul hormone masuk kedalam sel melewati membrane plasma secara difusi pasif.9
Interaksi obat              : mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin – bersin dengan menekan respon imflamasi local yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.10

PROGNOSIS :
          Penyakit ini prognosisnya bervariasi, dimana kadang – kadang dapat membaik dengan tiba – tiba, tetapi bisa juga resistensi terhadap pengobatan yang diberikan.12

DAFTAR PUSTAKA
1.   Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-5.Jakarta : Balai Penerbit FK UI,2007
2.   Rhinitis vasomotor : http://www.icondata.com/health/pedbase/files/RHINITI1.HTM
3.   Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelph.
4.   Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis following trauma to the nose.
5.   Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott Brown’s Otolaryngology.
6.   Suharti.2012. Obat – obat Dekongestan. Available from : http://www.scribd.com/doc/48310627/Dekongestan [Accessed 04 oktober  2012]
7.   Yunita Adriana. 2012. Rhinitis Vasomotor. Available from : http://www.library.usu.ac./fk/Ftht-andrina.pdf/ [Accessed 04 oktober  2012]
8.   Fk.unja. 2012 . Histamin dan Antihistamin. Available from : http://www.fk.unja.ac./histamin-dan-antihistamin [Accessed 04 oktober  2012]
9.   Husni maftuha. 2012. Oral Kortikosteroid. Available from : http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid [Accessed 04 oktober  2012]
10.  Katzung, B.G. 2012. “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Salemba Medika.Jakarta.
11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi.  Ed 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2004
12. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 4th ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc.
13. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 – 8.
14. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT          RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres         Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.
15. Ramalingam KK,Sreeramamoorthy. A short practice of otolaryngology.India : All India Publishers & Distributors, 1992, p.196 – 7.
16. Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka         Pada Penderita Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional         Perhati XI, Yogyakarta, 4-7 Oktober, 1995. 
17. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis : http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.htm 
18.  Vasomotor ( non allergic rhinitis ) :   http://www.regionalallergy.com/education/understanding/sinusitis/rhinitis/  rhinitis.html


1 komentar:

malelo mengatakan...

saya menderita penyakit ini, terimakasih atas tulisannya, sangat membatu

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates