REAKSI
HIPERSENSITIFITAS
Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+(Baratawidjaja, 2006).
Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demam hay) (Brooks et.al, 2005). Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
1. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel
mast dan basofil.
2. Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan
ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang
berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan
aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).
REASKSI HIPERSENSITIV TIPE I
- Sel mast dan basofil
pertama kali dikemukakan oleh Paul Ehrlich lebih dari 100 tahun yang lalu.
Sel ini mempunyai gambaran granula sitoplasma yang mencolok. Pada saat itu
sel mast dan basofil belum diketahui fungsinya. Beberapa waktu kemudian baru
diketahui bahwa sel-sel ini mempunyai peran penting pada reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator yang
dikandungnya, yaitu histamin dan zat peradangan lainnya.
- Reaksi hipersensitivitas
tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi reaksi anafilaktik
(tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk terjadinya suatu reaksi
selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi antara IgE
spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau basofil dengan
alergen yang bersangkutan.
- Proses aktivasi sel mast
terjadi bila IgE atau reseptor spesifik yang lain pada permukaan sel
mengikat anafilatoksin, antigen lengkap atau kompleks kovalen
hapten-protein. Proses aktivasi ini akan membebaskan berbagai mediator
peradangan yang menimbulkan gejala alergi pada penderita, misalnya reaksi
anafilaktik terhadap penisilin atau gejala rinitis alergik akibat reaksi
serbuk bunga.
- Reaksi anafilaktoid
terjadi melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa peran IgE. Sebagai
contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat kontras atau
akibat anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi komplemen (lihat
bab mengenai komplemen).
- Eosinofil berperan secara
tidak langsung pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui faktor
kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A = eosinophil chemotactic
factor of anaphylaxis). Zat ini merupakan salah satu daripreformed
mediators yaitu mediator yang sudah ada dalam granula sel mast
selain histamin dan faktor kemotaktik neutrofil (NCF = neutrophil
chemotactic factor). Mediator yang terbentuk kemudian
merupakan metabolit asam arakidonat akibat degranulasi sel mast yang
berperan pada reaksi tipe I.
- Menurut jarak waktu
timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat dan fase
lambat.
0 komentar:
Posting Komentar